A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Only variable references should be returned by reference

Filename: core/Common.php

Line Number: 257

Memburu Matahari Di Punthuk Setumbu

Memburu Matahari Di Punthuk Setumbu

Author : Alvin Pranadjaja | 07-05-2015

Kira – kira jam 4 dini hari, dering alarm mulai membangunkan saya. Pun mata masih begitu berat, merekat seperti lem, saya harus segera terbangun. Setelah membangunkan istri saya segera melangkah ke kamar mandi hotel, mandi dan membersihkan diri. Hari ini adalah jadwalnya memburu matahari seperti yang telah saya rencanakan sebelumnya. Meskipun biasanya malas, bangun sepagi ini adalah salah satu cara agar tidak tertinggal matahari yang keburu meninggi di Punthuk Setumbu. Iya, kami harus berburu – buru mengejar waktu demi memburu matahari di Punthuk Setumbu.

Tanpa ditunggu, Pak Parwoto driver Gallery Prawirotaman Hotel pun datang tepat waktu sesuai janji. Padahal kami baru saja sampai di loby hotel untuk mengambil sarapan pagi. Karena itu tanpa membuang waktu, tanpa babibu, sepagi ini kami langsung melesat menuju Punthuk Setumbu. Waktunya kira – kira tinggal sekitar 1 jam lagi sebelum matahari mulai terbangun, bersinar dan melesat semakin tinggi.

Punthuk Setumbu selalu ramai dikunjungi wisatawan baik lokal atau mancanegara.

Punthuk Setumbu selalu ramai dikunjungi wisatawan baik lokal atau mancanegara.

Punthuk Setumbu ini berada di Magelang, namun karena lebih banyak paket perjalanan menawarkan keberangkatan dari Yogyakarta. Sebagian besar orang lebih mengenal Punthuk Setumbu sebagai bagian dari destinasi wisata milik Yogyakarta. Padahal yang sebenarnya, Punthuk Setumbu yang menyenangkan untuk menikmati matahari terbit ini berada di Magelang yang masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Nah lho, siapa yang bikinsalah kaprah?

Pun, saya tidak mau memperdebatkan masalah lokasi, yang jelas dari tempat ini pemandangan matahari terbit begitu unik. Pemandangan seperti ini tidak bisa ditemukan dimanapun di Indonesia selain di Punthuk Setumbu yang  berada di Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Dari Setumbu pemandangan sunrise akan terlihat cantik dengan latar belakang Candi Borobudur yang kadang diselimuti kabut tipis.

Dengan kemampuan nyetirnya yang sebelas dua belas seperti Dominic Toretto di film Fast And Furious, Pak Parwoto mengantarkan kami dengan selamat dan tepat waktu hingga pintu masuk Punthuk Setumbu. Selain Pak Parwoto adalah pengendara yang handal, karena masih pagi, sepanjang perjalanan menuju Punthuk Setumbu cenderung sepi. Mobil yang kami tumpangi hanya sempat mendapat hambatan berarti ketika melewati Pasar Muntilan yang sudah sibuk sejak dini hari.

Loket ini buka mulai dari jam 4 pagi.

Loket ini buka mulai dari jam 4 pagi.

Untuk wisatawan lokal seperti kami harga tiket masuk Punthuk Setumbu adalah IDR 15.000 per orang.

Untuk wisatawan lokal seperti kami harga tiket masuk Punthuk Setumbu adalah IDR 15.000 per orang.

Kami sampai di tujuan sekitar jam setengah enam pagi, beberapa puluh menit sebelum injury time dan matahari mulai terbit dari ufuk timur. Tanpa membuang waktu, kami segera membeli tiket masuk menuju Punthuk Setumbu. Tiket masuk menuju Punthuk Setumbu adalah IDR 15.000 untuk wisatawan lokal seperti kami, dan IDR 30.000 untuk para turis asing. Tidak terlalu mahal sih, untuk semua yang bisa dilihat nantinya.

“Punthuk Setumbu 300 M” Tulis di sebuah papan berwarna hijau yang berada tepat di pintu masuk tempat wisata ini. Dari loket tempat pembelian tiket, memang kami harus sedikit trekking dengan jalur yang sedikit menanjak. Tenang saja, meskipun menanjak, jalur menuju tempat melihat sunrise-nya masih manusiawi dan merupakan jalan setapak yang nyaman. Di papan berwarna hijau tadi juga dituliskan kalau Punthuk Setumbu mulai buka dari jam 04.00 – 17.00, pun sepertinya pemandangan terbaik adalah ketika matahari terbit saja.

Pemandangan dari Punthuk Setumbu sebelum matahari menampakkan wujudnya.

Pemandangan dari Punthuk Setumbu sebelum matahari menampakkan wujudnya.

Menuju ke Punthuk Setumbu tanpa menggunakan paket perjalanan sebenarnya juga bisa, asal, tahu arah menuju ke Magelang . Cara yang paling gampang menuju Punthuk Setumbu adalah dengan menuju ke Candi Borobudur yang juga berada di Magelang. Punthuk Setumbu akan berada beberapa kilometer di arah barat Candi Borobudur. Gampangnya, setelah sampai di dekat Candi Borobudur cari saja arah menuju Hotel Manohara karena Punthuk Setumbu berada tidak jauh dari hotel itu. Kalau bingung bisa mencari dengan menggunakan Google Maps, atau yang paling gampang minta diantarkan sama hotel seperti saya. Kalau bisa lebih gampang, kenapa dibikin repot, iya toh? :D

Setelah menghabiskan waktu antara 15-20 menit trekking ringan, kami sampai di view point Punthuk Setumbu. Meski tidak terlalu penuh, ternyata sudah banyak pengunjung yang datang lebih dahulu. Semuanya dengan sabar menunggu di dekat pagar pembatas tebing dan jurang. Sepertinya kami datang tepat waktu, matahari belum menampakkan wujudnya dari ufuk timur, pun semburat cahaya tipis sudah mulai berpendar.

Bisa tebak Candi Borobudur yang mana?

Bisa tebak Candi Borobudur yang mana?

Dengan sedikit samar Candi Borobudur yang tidak jauh dari Punthuk Setumbu sudah mulai terlihat dengan diselimuti kabut tipis, ditemani dengan dua gunung tinggi berada disebelah kirinya. Dua buah gunung tadi adalah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang menambah suasana syahdu pagi hari di Punthuk Setumbu. Bukit tempat mengamati matahari terbit dan Candi Borobudur di kejauhan ini mungkin hanya seluas lapangan basket, tidak lebih.

Dilengkapi dengan satu gardu pandang yang eksklusif, yang hanya bisa digunakan oleh beberapa orang saja. Saya pun tidak tahu harus membayar berapa agar bisa menggunakan gardu pandang tadi. Namun sebagian orang termasuk kami lebih suka bergerombol di dekat pagar pembatas, sambil mengarahkan pandangannya ke arah timur menunggu matahari yang segera terbit. Disini juga disediakan beberapa kursi yang terbuat dari bambu untuk siapapun yang ingin duduk dan beristirahat.

Ketika matahari mulai menampakkan wujudnya adalah suasana yang paling menyenangkan di Punthuk Setumbu.

Ketika matahari mulai menampakkan wujudnya adalah suasana yang paling menyenangkan di Punthuk Setumbu.

Ada yang berkemah di Punthuk Setumbu, sepertinya memang boleh ya

Ada yang berkemah di Punthuk Setumbu, sepertinya memang boleh ya

Berkemah di Punthuk Setumbu sepertinya juga diperbolehkan, karena ketika kami berkunjung, sempat terlihat ada dua buah tenda berdiri disalah satu sudutnya. Mungkin mereka tidak mau kehabisan tempat, sehinga daripada berdesakan untuk mencari tempat terbaik, mereka lebih memilih untuk mendirikan tenda. Dengan begitu mereka bisa bersiap lebih awal.

Tidak berapa lama setelah kami sampai, matahari mulai terlihat. Intensitas suara shutter kamera mulai terdengar lebih sering. Semua pandangan mata, kamera seakan tertuju ke arah timur, matahari dan Candi Borobudur. Saya pun tidak mau ketinggalan, saya juga ikut mengabadikan keindahan alam disini.

Seharusnya sih saya mengabadikan dengan lensa telephoto agar mendapatkan foto Candi Borobudur yang sedang berselimut kabut denganclose up angle. Atau mengabadikan lansekap sekitar termasuk dua Gunung yang ada di sebelah kiri Candi Borobudur dengan bantuan lensa wide angle. Namun apa daya, saya harus tetap berkreasi meski dengan lensa yang seadanya. Toh, dibandingkan kamera atau lensa, yang paling penting kan man behind the camera-nya.

Untuk melihat pemandangan seperti ini di Punthuk Setumbu, perlu sedikit perjuangan.

Untuk melihat pemandangan seperti ini di Punthuk Setumbu, perlu sedikit perjuangan.

Pemandangan dari Punthuk Setumbu memang tiada duanya, sehingga bisa membuat siapapun terlena atau bahkan terlalu asik mengabadikannya dengan kamera seperti saya. “Mas, sini deh” Panggilan istri menyadarkan saya untuk berhenti sejenak dari berkutat dengan kamera. Dia terlihat sedang asik mengobrol dengan seorang lokal yang umurnya kira – kira sama dengan saya. Semoga dia tidak sedang merencanakan yang aneh – aneh. “Mas, sini deh di bawah sana katanya ada bangunan Gereja yang bentuknya mirip ayam. Mau kesana apa?” Lanjut istri saya ketika saya mendekat.

Kebiasaanya memang begitu, suka SKSD sama siapapun kalau sedang traveling. Kali ini dia sepertinya berhasil menggaet seorang cowok, yang katanya bersedia mengantarkan kami ke sebuah bukit dimana terdapat sebuah Gereja yang bentuk bangunananya aneh. Pun awalnya saya sedikit enggan plus curiga, namun akhirnya saya meng-iyakan juga. 

Selalu patuhi peraturan setempat, dan jangan mengotori apalagi sampai merusak lingkungan

Selalu patuhi peraturan setempat, dan jangan mengotori apalagi sampai merusak lingkungan

Sumber : Rijal Fahmi