Severity: Notice
Message: Only variable references should be returned by reference
Filename: core/Common.php
Line Number: 257
Author : Alvin Pranadjaja | 05-05-2015
Hai Guys, travelling tidak hanya menjadi aktivitas mengisi waktu luang semata. Saat ini,travelling dilakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap cakrawala dunia.
Banyak sekali destinasi wisata di dunia yang memungkinkan kita mendapatkan pengetahuan baru. Di Riau, Tripers bisa berkunjung dan merasakan sensasi berbeda Sungai Air Hitam (Black Water Rivers) di kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil (GSK) Bukit Batu.
Seperti namanya, Black Water River memiliki air berwarna hitam pekat seperti kopi, namun sangat jernih dan tidak berbau.
Kawasan inilah yang membanggakan Riau karena tercatat sebagai salah satu dari 22 cagar biosfer dunia yang disahkan oleh UNESCO sebagai warisan dunia pada tahun 2009.
Untuk masuk ke kawasan Cagar Biosfer ini, kita bisa mengunjungi Desa Temiang terlebih dahulu. Desa ini berada di Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis.
Dari Kota Siak Sri Indrapura, Desa Temiang dapat ditempuh dengan jalur darat selama 3 jam. Desa Temiang bisa disebut sebagai gerbang menuju lokasi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil (GSK) Bukit Batu.
Memasuki area cagar biosfer ini pemandangan didominasi oleh pohon Rasau. Pohon Rasau ini terlihat seperti daun pandan raksasa namun mempunyai buah yang mirip seperti nangka berduri.
Bila kesini jangan lupa memakai topi dan baju lengan panjang sebagai pelindung, karena sesekali kita akan melewati sungai yang kecil dan sempit. Sehingga, pohon-pohon Rasau ini siap kapan saja melukai bagian tubuh kita.
Perjalanan mengitari Black Water River bisa dilanjutkan menuju sebuah bangunan sederhana terbuat dari kayu, yakni Sundak Research Shelter.
Sundak Research Shelter merupakan tempat peristirahatan para pengunjung ataupun peneliti yang datang berkunjung ke kawasan Cagar Biosfer ini. Dari tempat ini kita bisa menikmati keindahan panorama hutan rawa gambut.
Sundak Research Shelter terlihat seperti sebuah pondok kayu terapung yang menambah eksotisme Sungai Air Hitam.
Sepanjang perjalanan di kawasan ini, kita banyak disuguhi satwa-satwa liar yang tinggal di area konservasi ini.
Semakin sore, semakin banyak yang mulai menampakkan diri. Seperti monyet-monyet yang duduk di atas pohon sambil mencari kutu, burung Paruh Udang yang terbangnya sangat cepat sekali, sehingga hanya samar-samar melihat bulunya yang berwarna merah dan biru.
Yang membuat takjub, dibeberapa titik yang dilalui, kita disambut oleh suara serangga Ngiang-ngiang (Chicada) yang diperkirakan berjumlah ribuan. Kondisi hutan yang masih asri, dan udara yang cukup sejuk cukup terasa di tempat ini.
Hewan-hewan seperti kera, burung-burung, dan kelelawar biasanya juga mulai menampakan diri ketika senja perlahan tenggelam. Refleksi bayangan pepohonan yang asri tampak terpantul oleh air sungai hitam yang masih terjaga kebersihannya.
Lebatnya hutan rawa gambut dengan dedaunan yang tampak berwarna-warni, hijau, orange, kuning laksana musim semi di Eropa.
Pakar Gambut Riau, Dr Haris Gunawan mengungkapkan, UNESCO masih mengawasi area konservasi ini sebagai Cagar Biosfer.
‘’Jika tidak ada memberikan manfaat untuk kepentingan pendidikan, ekonomi dan kepentingan pelestarian berkelanjutan, maka brand Cagar Biosfer terhadap kawasan ini bisa saja dicabut,’’ kata Haris.
Sumber : Rio Sunera