A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Only variable references should be returned by reference

Filename: core/Common.php

Line Number: 257

Mencolek Keuntungan Dari Bisnis Selai Rumahan

Mencolek Keuntungan Dari Bisnis Selai Rumahan

Author : Alvin Pranadjaja | 12-05-2015

Saat ini, selai tak hanya diproduksi oleh pabrik. Banyak pengusaha yang memproduksi selai homemade alias buatan rumahan. Bahan baku yang digunakan alami, tapi dengan harga yang bersaing.

Para produsen selai rumahan bilang, mereka membuat selai sebagai alternatif produk pabrik. Dus, bahan baku yang digunakan kebanyakan bahan lokal tanpa bahan pengawet. Meski tidak tahan begitu lama, keunggulan selai ini adalah rasa enaknya yang alami. Peluang usahanya pun cukup menggiurkan.

Ambil contoh Kalalina yang memproduksi selai dengan merek Lynelle di Jakarta Utara. Ketika merintis bisnis pada 2011, ia hanya memproduksi sekitar 10 botol selai per bulan. Kini, kapasitas produksinya naik drastis hingga 300 botol selai saban bulan. “Pasar di Jabodetabek masih sangat luas, apalagi untuk daerah-daerah lain,” kata perempuan yang akrab disapa Lina ini. Menurut dia, peluang usaha pembuatan selai rumahan masih terbuka lebar. Tren gaya sehat yang kini digandrungi banyak orang sangat membantu bisnisnya.

Ketika merintis usahanya 2011 lalu, Lina mengaku harus mengedukasi masyarakat mengenai produknya. Apalagi, kala itu, belum banyak produk selai rumahan. Masyarakat masih terbiasa dengan selai buatan pabrik, baik yang lokal maupun impor. Padahal, selai tersebut rentan dengan penggunaan bahan pengawet, pewarna, dan perasa tambahan.

Namun, saat ini, masyarakat sudah lebih sadar tentang pentingnya produk konsumsi yang sehat. “Sebagai produsen, saya dimudahkan untuk memasarkan selai rumahan dengan munculnya tren gaya hidup sehat,” ucap dia.

Hal serupa dialami oleh Sheilli Amina Nagib, owner selai Alanna di Bogor, Jawa Barat. Perempuan berusia 28 tahun ini fokus memproduksi selai rumahan dari bahan baku organik. Sejauh ini, Amina baru memproduksi selai stroberi dengan harga jual Rp 30.000 per botol ukuran 130 gram.

Kapasitas produksi selai Alanna sekarang mencapai 500 botol per bulan. Dus, dari usaha ini, Amina bisa mengantongi omzet di kisaran Rp 20 juta–
Rp 25 juta saban bulan. Baik Amina maupun Lina bilang, laba bersih berkisar 30%.

Keduanya tak mau mematok harga terlampau tinggi untuk produknya lantaran masih dalam penetrasi pasar. Selain itu, “Sebagai bentuk idealisme sendiri karena ingin mengenalkan produk sehat dan alami pada masyarakat,” tutur Amina.

Amina bilang, ia memang sudah lama ingin membuat produk yang berbahan baku alami. Lantas, pada pertengahan 2013, ia memutuskan memproduksi selai. Pasalnya, selama ini, selai identik dengan produk yang menggunakan zat aditif. “Saya mau mengubah pandangan itu, jadi saya bikin produk yang dikonsumsi sehari-hari, tapi tanpa bahan kimia alias serba natural,” cetus dia.

Amina juga mengatakan masyarakat sudah lebih terbuka terhadap produk yang mendukung gaya hidup sehat. “Malahan sekarang konsumen yang mencari selai organik, jadi saya tak perlu gencar lagi melakukan edukasi,” kata dia.

Pemain lain di usaha selai ialah Mei Suling, pemilik Oma Anna Homemade Jam di Bandung. Usaha selainya dimulai pada awal 2009. Setelah 11 tahun bekerja kantoran di Jakarta dan Bali, Mei berkeinginan untuk memiliki usaha sendiri “Akhirnya pada awal 2009 saya mulai jalani sedikit demi sedikit,” tuturnya.

Kini, dalam sebulan, Mei bisa memproduksi 200 botol–300 botol selai. Oma Anna menawarkan empat varian rasa selai, yakni orange jasmine, apple mint, stroberi cinnamon, dan passionfruit & mango. Tiap botol selai dibanderol pada harga Rp 55.000–Rp 60.000.

Di sisi lain, Lina berujar, persaingan usaha selai rumahan ini masih longgar. Pemain lokal bisa dihitung jari. Yang penting rajin dan konsisten mengenalkan merek pada konsumen.

Pasalnya, selain sesama produsen selai, mereka juga harus bersaing dengan selai impor. Dengan pasar yang masih bertumbuh, usaha ini punya potensi yang bagus untuk digeluti. “Dari segi kualitas, selai rumahan tidak kalah bagus, tapi yang menjadi persoalan bagaimana supaya merek kami dikenal masyarakat luas,” ujar Lina. Menurut perempuan berusia 39 tahun ini, butuh waktu sekitar setahun agar merek selai Lynelle diterima pasar.

Sejauh ini, selai Lynelle memiliki lima varian rasa yang merupakan campuran rasa stroberi dengan rasa buah lain seperti blackberry, raspberry, dan pisang. Ia membanderol selai tersebut Rp 45.000 per botol ukuran 275 gram.