Severity: Notice
Message: Only variable references should be returned by reference
Filename: core/Common.php
Line Number: 257
Author : Alvin Pranadjaja | 06-05-2015
Apalah artinya sebuah nama, kalau hal itu Anda tanyakan kepada pemilik merek cokelat Monggo di Yogyakarta, jawabannya bisa serius. Bagi pemilik usaha ini, Thierry Detournay (48) dan Edward Riando Picasauw (37), pilihan nama Monggo bukan diambil asal-asalan. Merasa kurang pas dengan nama yang mereka pilih sebelumnya. Kedua orang tersebut bersama dengan staf kreatifnya, Burhan berembuk mencari nama untuk produk cokelatnya. Syaratnya, nama tersebut mesti mudah didengar, mudah diingat, unik, dan has Yogya. Ide berkelebatan, puluhan kata dicetuskan. Sampai kemudian terlontar satu kata bahasa Jawa monggo. Ya… monggo. Yogya banget!
Ketiga orang ini merasa plong, kata tersebut seperti mewakili suasana batin, tempat produk mereka dihasilkan. Damam bahasa jawa monggo berarti menyilakan dengan panuh rasa hormat bagi tamu. Sepadan dengan kata please atau welcoming dalam bahasa Inggris. Bahkan cara menyilakanpun sambil menunjuk menggunakan ibu jari dengan keempat jari lain ditekuk ke dalam.
Dari segi ilmu pemasaran pemilihan nama ini juga terbilang unik. Selama ini pemberian naman produk cokelat merujuk pada kata berbau asing. Sementara monggo, malah berbeda sertaus delapan puluh derajat, yang tak ada konotasinya dengan cokelat. Tak hanya berhenti di situ, jika ditelisik, lokasi gerai dan pabrik juga bukan tempat yang bisa dianggap premium untuk berjualan cokelat. Mereka malah memilih kawasan yang agak terpencil kota gede. Sebuah tempat yang pernah menjadi ibu kota Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Berbagai sisa peninggalan dalam bentuk istana, masjid kerajaan, makam raja, dan benteng masih bisa dilihat hingga kini.
Lokasi Cokelat Manggo juga berada tak jauh dari pasar. Di setiap hari pasaran, yakni Legi (hari pasaran dalam kalender Jawa) lokasi pasar lebih riuh, sehingga orang yang mau menyambangi harus berputar atau memarkir kendaraannya agak jauh, berjalan kaki ke lokasi melewati pasar. Bila Anda datang ke gerai, Anda bakal disambut dengan ramah dan ditunjukkan tempat pembuatan cokelat.
Entah karena nama atau memang produknya yang berkualitas atau gabungan keduanya. Kiprah cokelat Monggo dengan kemasan memakai gambar ikon pewayangan jawa Punokawan macam Semar dan Petruk ini terbukti berkibar. Dari awal produksi yang hanya 1 kg per hari, kini telah meroket hingga 280 kg per hari atau 5 ton cokelat sebulannya. Jaringan pemasarannya meliputi Jawa – Bali lewat gerai dengan 400 titik pemasaran.
Untuk melebarkan sayap bisnis, perusahaan ini akan melakukan penetrasi produk ke seluruh Indonesia. Langkah awalnya mengutkan brand di Jakarta dan meningkatkan jumlah produksi.
Puluhan jenis produk yang di hasilkan secara garis besar dibedakan atas besar kecilnya ukuran, kalender event, kombinasi rasa, dan cutom made (pemasaran). Dalam soal rasa, misalnya, lantas mucul cokelat rasa durian, mangga, cabai, dan marzipan (cacahan kacang almond).
Cokelat Monggo berhasil mewujudan cita rasa cokelat Belgia dalam diri dark chocolate. “Cita rasa Belgia ini terus kami jaga sambil mempertahankan kualitas cokelat dan desain kemasan yang selalu di upadate pada setiap event nasional,” jelas Tanjung Ardhiani, Marketing Communication Cokelat Monggo.
Jejak kesuksesan Monggo tak bakal terjadi jika Thiery Deturnay tak datang ke Indonesia tahun 2001. Kala itu, ia datang tanpa perencanaan, bahkan ia mengaku “berkelana”, sebelum akhirnya menjadi pekerja soisal dan mengajar bahasa Perancis. Dari pengalamnnya di sini, ia kecewa tidak mendapatkan cokelat yang berkulaitas baik. Padahal ia tahu Indonesia adalah Negara pengasil biji kakao terbesar ketiga di dunia. “Dengan alasan di atas dan melihat negeri asalnya Belgia, sebagai penghasil cokelat terbaik di dunia, Thierry akhirnya memilih usaha membuat cokelat,” ungakap Tanjung Ardhiani
Dan piihan usahanya terbukti sukses. Saatnya menikmati kelezatan cokelat dari kota Gudeg, Yogyakarta. Monggo!
Kunci Sukses
Cokelat Monggo
PT Anugerah Mulia Sentosa
Jalan Dalem KG III / 978 RT 043 RW 10 Kel. Purbayan Kotagede 55173 Yogyakarta Indonesia
Telp: (0274) 7102202
Fax: (0274) 373192
Website: http://chocolatemonggo.com
Email: info@chocolatemonggo.com / marketing@chocolatemonggo.com
Modal : Rp 500.000
Omzet : 5 ton cokelat per bulan
Tantangan : Semakin premium cokelat, semakin mudah leleh. Ketika dikirim, perlu penangan khusus.
Sebaran produk : Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta. Ada 400 sales poin Jawa – Bali
Nama : Thierry Detournay
Asal : Belgia
Umur : 48 tahun
Menggunakan formula kadar cocoa: dari milk 41%, 58% cocoa, dan 69% cocoa dengan campuran cocoa butter (mentega cokelat). Formula ini berbeda dengan cokelat pada umumnya yang beredar di pasar Indonesia yakni cokelat compound. Cokelat ini berkadar cocoa paling tinggi 35% dengan campuran lemak nabati atau lemak hewani.
Kisaran harga mulai dari Rp 15 ribu – Rp 180 ribu rupiah per satuan.
Produk cokelat berbagai ukuran. Seperti regular bars (40 gram), tablet (80 gram), souvenir bars (100 gram), custom made, seasonal, produk untuk hotel dan resto, pralines. Produk baru: cokelat rasa durian, manga, marzipan, dsb.
Sumber : duniaprofesional