Severity: Notice
Message: Only variable references should be returned by reference
Filename: core/Common.php
Line Number: 257
Author : Alvin Pranadjaja | 15-06-2015
Saya tidak pernah memasukan Poltergeist (1981) sebagai horor suprantural yang menyeramkan, hmm….ia bisa dibilang seperti haunted house horor versi drama keluarga yang, yah, punya kadar keseraman yang cukup bersahabat, bahkan cerita di belakang layarnya tentang segala kutukan yang menimpa para krunya jauh lebih seram ketimbang filmnya sendiri, Tetapi mungkin hanya selera saya yang payah, toh, di saat perilisannya banyak sekali penonton menyukainya, bahkan mereka menganggap garapan Tobe Hooper itu bisa dimasukan sebagai salah satu horor rumah hantu terbaik sepanjang masa dan mungkin juga salah satu yang paling laris di masanya ketika ia sukses membawa pulang 120 juta Dollar lebih dari perderannya di seluruh dunia, padahal budget yang digelontorkan Steven Spielberg yang bertindak sebagai salah satu produser dan penulis naskahnya hanya sebesar 10 juta.
Jadi kenapa horor sukses baik secara kualitas dan finansial masih harus di-remake lagi? Ya, itu adalah pertanyaan bagus yang jawabannya selalu klise, miskin ide serta menjadi cara mudah mendulang dolar dengan memanfaatkan pesona dan kepopuleran masa lalu. Sayangnya kekecewaan yang ditimbulkan kebanyakan horor-horor daur ulang jauh lebih besar ketimbang yang kualitasnya lebih baik, dan Poltergeist baru garapan sutradara Monster House dan City of Ember, Gil Kenan bisa kamu masukan di antaranya, bukanremake istimewa tetapi juga tidak sampai hancur lebur.
Naskah yang ditulis kembali oleh pemenang Tony Award, David Lindsay-Abaire mencoba untuk sesetia dengan sumber aslinya. Fokus ceritanya masih tentang sebuah keluarga Amerika yang baru saja pindah ke rumah dan lingkungan baru di daerah perumahan pingir kota. Ada Eric (Sam Rockwell) dan Amy Bowen (Rosemarie DeWitt) bersama tiga anaknya: Kendra (Saxon Sharbino), Griffin (Kyle Catlett) dan putri si putri bungsu, Madison (Kennedi Clements) menempati kediaman baru mereka yang nyaman dan terpenting, murah. Tetapi selalu ada cerita di balik harga bangunan yang bersahabat, cerita mengerikan tentang tanah bekas kuburan yang berujung dengan ganguan mahluk halus dan hilangnya salah satu anggota keluarga Bowen.
Usaha Kenan dan Lindsay-Abaire untuk memindahkan setting waktunya dari era 80’an ke era digital saat ini tanpa harus kehilangan esensi utama film orisinilnya memang patut diapresiasi, tidak banyak horor remakeyang setia pada akarnya, tetapi Poltegeist baru adalah salah satunya. Tidak banyak melakukan perubahan di narasinya, Kenan memilih untuk menyesuaikan dengan era sekarang ketika mengganti televisi tabung dengan layar datar, memberi lebih banyak teknologi terkini dari heat meter, GPS sampai drone berkamera yang mampu memberikan sebuah variasi keseruan tersendiri, tetapi di sisi lain, sentuhan modernisasi sedikit banyak sudah mengurangi kadar horor yang sebenarnya sudah tidak terlalu seram di versi 1982-nya menjadi lebih tidak seram lagi di versi terbarunya, apalagi dengan segala hingar bingar spesial efek yang terlalu ramai untuk ukuran sebuah horor. Tetapi bagi beberapa penontonnya yang kelewat penakut, Poltergeist modern mungkin masih bisa bekerja dengan baik, ia masih punya beberapa jump scare yang masih efektif memberikan kejutan adrenalin. Sementara jajaran cast-nya pun tidak mengecewakan, Sam Rockwell yang didapuk sebagai cast utama memang tidak memberikan penampilan terbaiknya, chemistry-nya dengan Rosemarie DeWitt pun tidak sekuat, Craig T. Nelson dan JoBeth Williams pendahulunya. Beruntung para pemain ciliknya cukup bersinar, Kyle Catlett memberikan penampilan apik sebagai Griffin putra tengah keluarga Bowen yang penakut, tetapi bintang utamanya berada di Kennedi Clements yang super imut, sedikit banyak ia sudah mengingatkan penonton veterannya pada Heather O’Rourke di versi jadulnya.
Sumber : Movie Entusiast